WELCOME TO MY BLOG, MY NAME IS FAIRUZ, PLEASE ENJOY WITH ME

Sabtu, 16 Juni 2012

PERUBAHAN PADA PEMBAKARAN LILIN


I.            Judul Percobaan  : PERUBAHAN PADA PEMBAKARAN LILIN

II.            Tujuan Percobaan           :
1.      Untuk mengidentifikasikan perubahan fisika pada pembakaran lilin
2.      Untuk mengidentifikasikan perubahan kimia pada pembakaran lilin
3.      Untuk membuktikan Hukum Kekekalan Massa pada reaksi kimia pembakaran lilin

III.            Dasar Teori           :

A.     Definisi Lilin
            Lilin adalah sumber penerangan yang terdiri dari sumbu yang diselimuti oleh bahan bakar padat. Sebelum abad ke-19, bahan bakar yang digunakan biasanya adalah lemak sapi (yang banyak mengandung asam stearat). Sekarang yang biasanya digunakan adalah parafin. Paraffin adalah campuran hidrokarbon dari Alkane (ikatan rantai molekul atom karbon dan atom hidrogen yang panjang), bahan yang kita jumpai dalam minyak bumi. Seperti tersirat dalam namanya, molekul-molekul hidrokarbon hanya terdiri dari atas atom-atom hidrogen dan atom-atom karbon. Dengan menyebarnya penerangan listrik, saat ini lilin lebih banyak digunakan untuk keperluan lain, misalnya dalam upacara agama, perayaan ulang tahun, pewangi ruangan, dan sebagainya.
            Lilin tidak dapat bengkok tapi patah. Kerapuhan atau kegetasan  tersebut  merupakan  salah  satu  ciri  yang  menggambarkan  lilin.  Selain  itu, warna dan  bentuknya  juga merupakan penggambaran lilin. Ciri suatu materi yang dapat diamati tanpa merubah zat-zat yang menyusun  materi tersebut  disebut sifat fisika. Contoh-contoh sifat fisika adalah warna, bentuk, ukuran, kepadatan, titik lebur  dan titik didih.

B.      Perubahan Wujud Zat
Perubahan wujud zat terbagi atas perubahan fisika dan perubahan kimia:

1.      Perubahan Fisika
Perubahan fisika adalah perubahan suatu zat tanpa menghasilkan zat baru. Perubahan fisika dapat terjadi karena adanya perubahan wujud, pelarutan, adanya perubahan bentuk, dan aliran energi. Perubahan Fisika karena perubahan wujud setiap materi yang berubah wujud karena pengaruh pemanasan akan mempunyai sifat yang sama. Materi tersebut juga dapat dikembalikan ke sifatnya semula. Perubahan fisika karena perubahan wujud adalah pelelehan, peleburan,  pencairan, penguapan, pengembunan, pembekuan, penyubliman, dan terdeposisi. Contoh-contoh perubahan Fisika karena perubahan wujud dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:
Perubahan Wujud
Contoh
Pelelehan / peleburan
Lilin meleleh, karet meleleh, peleburan besi, peleburan aluminium.
Pencairan
Es mencair, salju mencair.
Penguapan
Air laut menguap, eter menguap, minyak kayu putih menguap.
Pengembunan
Uap air mengembun
Pembekuan
Air membeku, minyak membeku, agar-agamembeku.
Penyubliman
Es kering berubah menjadi gas, mentol padat menyublim menjadi uap, kapur barus menyublim.

2.      Perubahan Kimia
Perubahan kimia adalah perubahan suatu zat yang menghasilkan zat baru yang berbeda dengan sifat zat asalnya. Perubahan kimia juga disebut perubahan wujud yang terjadi karena reaksi kimia. Perubahan kimia dapat terjadi karena adanya pembakaran, pengaratan, pembusukan, fermentasi, pemasakan, fotosintesis, dan pengenziman. Contoh-contoh perubahan kimia dalam kehidupan sehari-hari adalah:
·         Minyak goreng yeng telah teroksidasi dan menjadi tengik
·         Besi yang ditaruh di tanah menjadi berkarat
·         Kayu yang dibakar untuk memasak
·         Barang-barang yang telah kadaluwarsa
·         Kertas yang dibakar menjadi abu, dan lain-lain.
Yang perlu digaris bawahi dalam perubahan kimia (reaksi kimia), massa zat tidak pernah berubah (tetap).

C.      Kapilaritas
            Gaya Kohesi merupakan gaya tarik menarik antara molekul dalam zat yang sejenis, sedangkan gaya tarik menarik antara molekul zat yang tidak sejenis dinamakan Gaya Adhesi. Misalnya kita tuangkan air dalam sebuah gelas. Kohesi terjadi ketika molekul air saling tarik menarik, sedangkan adhesi terjadi ketika molekul air dan molekul gelas saling tarik menarik.
Kapilaritas adalah meresapnya zat cair melalui celah-celah sempit atau pipa rambut yang disering disebut sebagai pipa kapiler. Gejala ini disebabkan karena adanya gaya adhesi atau kohesi antara zat cair dan dinding celah tersebut. Zat cair yang dapat membasahi dinding kaca pipa kapiler memiliki gaya adhesi antara pipa kapiler dengan dinding pipa kapiler lebih besar. Sedangkan zat cair yang tidak membasahi dinding kaca pipa kapiler memilki gaya kohesi yang lebih besar. Hal ini akan mempengaruhi tinggi rendahnya permukaan zat cair pada pipa kapiler.
Contoh kapilaritas dalam kehidupan sehari-hari:
1. Menyebabnya air yang menetes di ujung kain
2. Minyak tanah naik melalui sumbu kompor
3. Air meresap ke atas tembok
4. Naiknya air melalui akar pada tumbuhan
5. Menyebarnya tinta di permukaan kertas
D.     Hukum Kekekalan Massa
            Hukum Kekekalan Massa dikemukakan oleh Antoine Laurent Lavoisier (1743-1794) yang berbunyi: ”Dalam suatu reaksi, massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama”, dengan kata lain massa tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan. Artinya selama reaksi terjadi tidak ada atom-atom pereaksi dan hasil reaksi yang hilang.
            Pernyataan yang umum digunakan untuk menyatakan hukum kekekalan massa adalah massa dapat berubah bentuk tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan. Untuk suatu proses kimiawi di dalam suatu sistem tertutup, massa dari reaktan harus sama dengan massa produk.
Hukum kekekalan massa digunakan secara luas dalam bidang-bidang seperti kimia, teknik kimia, mekanika, dan dinamika fluida.
            Berdasarkan ilmu relativitas spesial, kekekalan massa adalah pernyataan dari kekekalan energi. Massa partikel yang tetap dalam suatu sistem ekuivalen dengan energi momentum pusatnya. Pada beberapa peristiwa radiasi, dikatakan bahwa terlihat adanya perubahan massa menjadi energi. Hal ini terjadi ketika suatu benda berubah menjadi energi kinetik/energi potensial dan sebaliknya. Karena massa dan energi berhubungan, dalam suatu sistem yang mendapat/mengeluarkan energi, massa dalam jumlah yang sangat sedikit akan tercipta/hilang dari sistem. Namun demikian, dalam hampir seluruh peristiwa yang melibatkan perubahan energi, hukum kekekalan massa dapat digunakan karena massa yang berubah sangatlah sedikit.
Hukum kekekalan massa dapat terlihat pada reaksi pembentukan hidrogen dan oksigen dari air. Bila hidrogen dan oksigen dibentuk dari 36 g air, maka bila reaksi berlangsung hingga seluruh air habis, akan diperoleh massa campuran produk hidrogen dan oksigen sebesar 36 g. Bila reaksi masih menyisakan air, maka massa campuran hidrogen, oksigen dan air yang tidak bereaksi tetap sebesar 36 g.
Begitu juga kalau kita membakar kayu misalnya kayu korek api. Berlaku juga hukum kekekalan massa. Memang setelah kayu terbakar akan menjadi abu. Namun yang perlu anda ketahui adalah bahwa selain abu, pada pembakaran kayu juga dihasilkan karbondioksida, asap dan uap air. Karbondioksida dan uap air tidak tampak oleh mata karena berwujud gas. Jika ditimbang ulang maka:
massa kayu + masa oksigen = masa abu + massa karbondioksida + massa uap air
+ massa asap
IV.            Alat dan Bahan    :
a.   Alat
Alat
Jumlah
Pengaris
1
Piring
1
Stopwatch
1
Korek api
1
Kamera
1

b.   Bahan
Bahan
Jumlah
Lilin
1 batang


V.            Cara Kerja             :
1.      Pertama- tama lilin ditimbang menggunakan neraca digitlal
2.      Lilin dibakar menggunakan korek api,  kemudian diletakan diatas piring
3.      Perubahan lilin diamati  secara kualitatif dan kuantitatif (sebelum, saat,  dan sesudah pembakaran), kemudian dicatat hasil pengamatannya.


VI.            Hasil Pengamatan            :
a.      Hasil Pengamatan Lilin Sebelum Dibakar
Kualitatif
Indera
      Warna lilin putih
      Warna sumbu lilin putih
      Lilin tidak berbau
      Permukaan lilin halus
      Bentuk lilin silinder teratur dengan bagian atas kerucut
Mata
Mata
Hidung
Kulit
Mata

Kuantitatif
Alat ukur
      Tinggi lilin 16 cm
      Tinggi sumbu lilin 17 cm
      Diameter lilin 1,8 cm
      Berat lilin sebelum dibakar 40,19 gram
Penggaris
Penggaris
Penggaris
Neraca

b.      Hasil Pengamatan Lilin Saat Dibakar
Kualitatif
Indera
      Warna lilin tetap putih
      Warna sumbu yang sedang terbakar hitam
      Bagian ujung sumbu yang sedang terbakar menyala seperti bara
      Pembakaran lilin menghasilkan cahaya
      Api bagian atas berwarna kuning dan api bagian bawah berwarna biru
      Beberapa saat setelah mulai dibakar lilin mulai meleleh
      Lelehan lilin panas
      Lelehan lilin yang masih panas bening
      Udara disekitar api panas
Mata
Mata
Mata

Mata
Mata

Mata

Kulit
Mata
Kulit

Kuantitatif
Alat ukur
      Panjang api 3 cm
      Bagian kerucut lilin mulai hilang pada saat pembakaran pada menit ke – 6
      Pada menit ke – 10 tinggi lilin 14,2 cm
      Pada menit ke – 20 tinggi lilin 13 cm
      Pada menit ke – 60 tinggi lilin 5 cm
Penggaris
Stopwatch

Penggaris
Penggaris
Penggaris

c.       Hasil Pengamatan Lilin Sesudah Dibakar
Kualitatif
Indera
      Sesaat setelah api dimatikan tercium bau gosong yang menyengat
      Sesaat setelah api dimatikan dari sumbu lilin mengeluarkan asap berwarna hitam
      Warna lilin tetap putih
      Warna sumbu lilin bekas terbakar hitam
      Bentuk lilin menjadi tidak beraturan
      Permukaan lilin kasar
Hidung

Mata

Mata
Mata
Kulit


Kuantitatif
Alat ukur
      Panjang lilin 5 cm
      Panjang sumbu lilin 6 cm
      Berat lilin setelah dibakar 19,71 gram
Penggaris
Penggaris
Neraca

VII.            Pembahasan
            Hasil pengamatan lilin sebelum dibakar, terlihat warna lilin putih (indera mata), warna sumbu lilin putih (indera mata) , lilin tidak berbau (indera hidung), bentuk lilin silinder teratur dengan bagian atas kerucut (indera mata), dan permukaan lilin halus (indera kulit), ini adalah data secara kualitatif. Sedangkan data kuntitatif diperoleh tinggi lilin 16 cm, tinggi sumbu lilin 17 cm dan diameter lilin 1,8 cm (penggaris) dan berat lilin 40,19 gram. Untuk hasil pengamatan lilin saat dibakar, terlihat bagian ujung sumbu yang sedang terbakar menyala seperti bara, lilin menghasilkan cahaya, api bagian atas berwarna kuning dan api bagian bawah berwarna biru  dan beberapa saat setelah dibakar lilin kemudian meleleh, ini adalah data secara kualitatif. Sedangkan data kuantitatif diperoleh panjang api 3 cm, bagian kerucut lilin mulai hilang pada saat pembakaran pada menit ke – 6, pada menit ke – 10 tinggi lilin 14,2 cm, pada menit ke – 20 tinggi lilin 13 cm dan pada menit ke – 60 tinggi lilin 5 cm. Untuk  hasil pengamatan lilin sesudah dibakar, terlihat  sesaat setelah api dimatikan tercium bau gosong yang menyengat dan sumbu lilin mengeluarkan asap berwarna hitam, warna lilin tetap putih, warna sumbu lilin bekas terbakar hitam dan bentuk lilin menjadi tidak beraturan, ini adalah data secara kualitatif. Sedangkan untuk data kuantitatif diperoleh panjang lilin 5 cm , panjang sumbu lilin 6 cm dan berat lilin 19,71 gram.
            Pada percobaan ini, bahan lilin dibuat dari paraffin, yakni campuran hidrokarbon dari Alkane (ikatan rantai molekul atom karbon dan atom hidrogen yang panjang), bahan  yang kita jumpai dalam minyak bumi. Seperti tersirat dalam namanya, molekul-molekul hidrokarbon hanya terdiri atas atom-atom hidrogen dan atom-atom karbon.
Prinsip pada lilin sama dengan kompor, lilin adalah bahan bakar yang terbuat dari metana (CH4) atau paraffin (paraffin wax). Begitu sumbu lilin menyala, paraffin wax akan mencair. Dengan efek kapilaritas cairan wax akan ditransportasi naik ke atas melalui sumbu ke nyala api. Panas api menyebabkan cairan wax menguap dan selanjutnya akan bercampur dengan oksigen sehingga terjadi proses pembakaran.
Dalam proses pembakaran tersebut akan dihasilkan gas hasil pembakaran yang panas yaitu CO2, CO, H20. Gas hasil pembakaran ini memiliki massa jenis yang lebih ringan dari udara sekitarnya (udara yang panas akan lebih ringan dari udara yang dingin). Perbedaan temperatur udara ini menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan udara, sehingga gas hasil pembakaran yang panas akan mengalir ke atas (konveksi) dan udara dingin di bawahnya akan ditarik (dihisap).
Ketika diamati pada saat lilin dibakar, lilin menghasilkan cahaya dengan nyala api lilin berwarna kuning, hal tersebut dikarenakan kadar oksigen yang tersedia untuk menyalakan bahan bakar. Oksigen yang banyak menyebabkan nyala berwarna biru, sedangkan oksigen yang terbatas menyebabkan nyala berwarna kuning. Hal tersebut juga disebabkan nyala lilin tidak bisa mendapatkan oksigen yang diperlukannya jika hanya mengambil udara di sekitarnya.Udara di sekitarlilin, yang sebetulnya kaya dengan oksigen, ternyata tidak sanggup mengalir cukup cepat untuk mengimbangi semua paraffin (bahan pembentuk lilin) yang meleleh dan menguap yang siap untuk dibakar.
Sementara itu, di bawah pengaruh panas, sebagian paraffin yang tidak terbakar terurai menjadi partikel-partikel karbon yang sangat kecil. Partikel-partikel ini, karena panas dari pembakaran, menjadi berpendar, membara dengan cahaya  berwarna kuning benderang. Maka itulah sebabnya nyala lilin berwarna kuning. Ketika partikel-partikel karbon yang berpendar mencapai bagian puncak nyala, hampir semuanya mendapatkan oksigen yang memadai untuk ikut terbakar juga.
Selain nyala api di atas berwarna kuning, dapat terlihat juga api di bawah berwarna biru. Hal itu terjadi karena pada proses konveksi gas hasil pembakaran (warna kuning=panas) naik keatas sedangkan udara segar atau oksigen ditarik dari bawah (warna biru=dingin). Konveksi ini menimbulkan efek, yang dikenal dengan nama efek chimney (efek cerobong). Efek ini menyebabkan nyala api dapat dipasok terus menerus dengan udara baru, sehingga proses pembakaran dapat terus berlangsung. Ini semua tentunya berlaku bagi semua proses pembakaran yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi (gaya tarik bumi).
            Untuk keadaan lilin setelah dibakar, sesaat setelah api dimatikan tercium bau gosong yang menyengat dan dari sumbu lilin mengeluarkan asap berwarna hitam. Bau yang menyengat dan asap berwarna hitam tersebut dikarenkan ada unsur karbon pada reaksi pembakaran. Warna lilin tetap putih sedangkan sumbu lilin bekas terbakar berwarna hitam. Bentuk lilin menjadi tidak teratur dan permukaan lilin kasar, terlihat jelas bentuk lilin berubah dari silinder menjadi tidak beraturan, dalam hal ini adalah perubahan fisika.
Berdasarkan Hukum Kekekalan Massa, dalam suatu reaksi massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama. Hal tersebut juga terjadi pada reaksi pembakaran lilin ini, awalnya diketahui massa lilin sebelum dibakar adalah 40,19 gram dan kemudian massa lilin sesudah dibakar adalah 19,71 gram. Setelah lilin terbakar akan meleleh sehingga massanya pun berkurang. Namun pada pembakaran lilin juga dihasilkan karbondioksida, asap dan uap air. Pada proses pembakaran, paduan karbon dan oksigen menjadi karbondioksida, sedangkan paduan hidrogen dan oksigen menjadi air (mungkin tidak harus  semuanya). Kedua produk ini berwujud gas pada suhu bakar, jadi semuanya terbang ke udara. Jika ditimbang ulang maka:
massa lilin + masa oksigen = massa lelehan + massa karbondioksida + massa uap air + massa asap.
40,19 gram  =  40,19 gram
Reaksi yang terjadi:
2CH4  + 7/2O2(g)                       CO2(g) + CO(g) + 4H2O(l)


VIII.            Kesimpulan
Berdasarkan percobaan ini dapat disimpulkan, di antaranya:
1.      Perubahan fisika adalah perubahan  yang bersifat sementara dan tidak menghasilkan zat baru. Perubahan fisika pada pembakaran lilin adalah perubahan wujud lilin dari padat menjadi cair dan kembali padat, serta perubahan bentuk dari silinder menjadi tak baraturan.
2.      Perubahan kimia adalah  perubahan yang bersifat kekal dan menghasilkan zat baru. Perubahan kimia pada pembakaran lilin adalah lilin dapat menghasilkan cahaya dan lilin yang dibakar menghasilkan asap. Reaksi tersebut  menghasilkan gas hasil pembakaran yang panas yaitu CO2, CO, H20  dan semuanya terbang ke udara.
3.      Hukum Kekekalan Massa berlaku dalam reaksi pembakaran lilin, karena massa sebelum dan sesudah reaksi jika ditimbang ulang menghasilkan:
 massa lilin + masa oksigen = massa lelehan + massa karbondioksida + massa uap air + massa asap.
40,19 gram =  40,19 gram

DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. 2003. General Chemistry: The Essential Concepts. Erlangga: Jakarta
Petrucci, Ralph H.1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 2. Erlangga: Jakarta.
Syukri S, 1999. Kimia Dasar 2. ITB: Bandung



Tidak ada komentar:

Posting Komentar