WELCOME TO MY BLOG, MY NAME IS FAIRUZ, PLEASE ENJOY WITH ME

Sabtu, 16 Juni 2012

HUKUM PERBANDINGAN TETAP VS PENDIDIKAN KARAKTER


  
 I.          PENDAHULUAN

            Saat ini pendidikan nilai perlu dan penting untuk diimplementasikan kepada peserta didik untuk mengimbangi pembelajaran yang selama ini lebih berat ke arah penguasaan kompetensi intelektual (kognitif). Pendidikan nilai adalah upaya untuk membina, membiasakan, mengembangkan dan membentuk sikap serta memperteguh watak untuk menjadi manusia yang berkarakter. Nilai adalah potensi yang dimiliki seorang manusia yang diperoleh dari pembinaan, pembiasaan, dan berkembangan membentuk sikap serta memperteguh jiwa raga menjadi suatu karakter. (D. Yahya Khan, 2010: 4)
            Ilmu adalah power, ungkap Francis Bacon; tetapi ilmu tanpa karakter adalah menyestkan. Maslow Agudo: 1999, pendidikan nilai mengahasilkan manusia yang mampu mengekspresikan diri seperti (1) penerimaan diri, orang lain, dan kenyataan kodart; (2) spontan dan jujur dalam pemikiran, perasaan dan perbuatan; (3) membutuhkan dan menghargai privasi diri; (4) pandangan realitas mantap; (5) kemampuan menghadapi masalah di luar dirinya; (6) pribadi mandiri; (7) menghargai diri sendiri; (8) menjalin hubungan pribadi dengan Transenden; (9) persahabatan dekat dengan beberapa sahabat atau orang-orang tercinta; (10) perasaan tajam, peka akan nilai-nilai rasa moral susila, teguh dan kuat; (11) humor tanpa menyakitkan; (12) kreativitas, bisa menemukan diri sendiri, tidak selalu ikut-ikutan; (13) mampu meolak pengaruh yang mau menguasi/memaksa diri; (14) dan dapat menemukan identitasnya.
            Objek materiil pendidikan nilai adalah manusia seutuhnya yang bersifat humanisme artinya kegiatan pendidikan diarahkan untuk mengembangkan segala potensi yang ada pada diri manusia, dan kegiatan pendidikan juga berdaya untuk mengembangkan kemampuan membelajarkan diri sendiri (Independence Learning).
            Pendidikan nilai bermanfaat sebagai ilmu otonom untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pemberdayaan harmoni manusia secara beradap. Secara jujur harus diakui bahwa pendidikan nilai sedang mulai tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan ilmu alam dan sosial lainnya.
            Sebagaimana manusia berusaha mencari pengetahuan yang benar dapat diperoleh melalui pengetahuan wahyu (revealed knowlegdge) dan pengetahuan rasional (rational knowlegdge), pendidikan karakter dapat dibedakan menjadi pendidikan karakter berbasis nilai religius (pendidikan agama), pendidikan karakter berbasis budaya, pendidikan karakter berbasis lingkungan dan pendidikan karakter berbasis potensi diri. (D. Yahya Khan, 2010: 2)
            Pembahasan pada makalah ini adalah pendidikan karakter berbasis nilai religius. Hal ini tidak berarti bahwa pendidikan karakter berbasis nilai religius lebih baik daripada pendidikan karakter berbasis budaya, pendidikan karakter berbasis lingkungan dan pendidikan karakter berbasis potensi diri. Keempat-empatnya justru saling melengkapi. Manusia hidup dalam kurun waktu yang panjang. Jika ia terbenam dalam dunia fisik maka akan hampa dalam makna dalam hidup yang penuh arti. Pemilihan pendidikan karakter berbasis nilai religius pada makalah ini, hanya semata-mata sistem penanaman nilai-nilai perilaku (karakter) pada manusia yang meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia yang beradap dan beretika.
            Dengan memahami ilmu kimia salah satunya adalah Hukum Perbandingan Tetap diharapakan peserta didik mampu mengejawantatkan filosofi hukum tersebut dalam kehidupan sehari-hari sehingga peserta didik menjadi pribadi yang berkarakter.

                                                                                                                                                 II.          PEMBAHASAN
A.      Pengertian Pendidikan Karakter
               Sejak zaman Yunani pendidikan karakter sudah diterapkan meskipun masih dalam tataran yang sederhana, hal ini dapat dilihat dalam karya-karya Humeros. Karya-karyanya tentang ajaran dan sejarah Yunani merupakan uraian tentang visi pendidikan karakter. Karyanya berupa puisi-puisi dalam “Illiad” dan “Odisea”. Homeros menempatkan sejarah sebagai kisah para pahlawan. Pahlawan yang dimaksud adalah orang-orang yang memiliki watak baik. Dalam karya epiknya “Illiad”, Homeros memilih sosok yang bisa dijadikan simbol kepahlawanan adalah Achilles, sosok pahlawan yang menang dalam pertempuran. Bukan hanya kekuatan fisiknya saja melainkan karena reputasi moralnya yang layak menjadi patokan karakter bagi generasi masyarakat. (Fatchul Mu’in, 2011:300)
            Pada era modern, pendidikan karakter lebih khusus ditekankan pada dunia pendidikan. John Dewey mengatakan bahwa dalam dunia pendidikan, pembentukan watak merupakan tujuan umum pengajaran dan pendidikan budi pekerti di sekolah. (Fatchul Mu’in, 2011:297)
            Berkaitan dengan uraian di atas pendidikan karakter merupakan hal penting dalam dunia pendidikan untuk membentuk karakter seseorang menjadi berbudi pekerti baik. Adapun pengertian pendidikan karakter didasarkan dari pengetian pendidikan dan karakter. Pengertian pendidikan adalah sebuah proses yang membantu menumbuhkan, mengembangkan, mendewasakan, menata dan mengarahkan. Sedangkan pengertian karakter adalah sikap pribadi yang stabil hasil proses konsolidasi secara progresif dan dinamis, integrasi pernyataan dan tindakan. (D. Yahya Khan, 2010: 1).
            Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan sempurna. 
            Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata.
B.     Jenis-jenis Pendidikan Karakter
               Ada empat jenis pendidikan karakter yang selama ini dikenal dan dilaksanakan dalam proses pendidikan yaitu sebagai berikut:
1)      Pendidikan karakter berbasis nilai religius, yang merupakan kebenaran wahyu Tuhan (konservasi moral)
2)      Pendidikan karakter berbasis nilai budaya, antara lain yang berupa budi pekerti, pancasila, apresiasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para pemimpin bangsa (konservasi budaya)
3)      Pendidikan karakter berbasis lingkungan (konservasi lingkungan)
4)      Pendidikan karakter berbasis potensi diri, yaitu sikap pribadi, hasil proses kesadaran pemberdayaan potensi diri yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan (konservasi humanis). (D. Yahya Khan, 2010:2)
C.    Belajar Pendidikan Karakter dari Hukum Perbandingan Tetap
Kimia sebagai salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan disiplin ilmu yang mempelajari tentang susunan, struktur, sifat, perubahan serta energi yang menyertai perubahan suatu materi dari skala atom hingga molekul serta perubahan atau transformasi serta interaksi mereka untuk membentuk materi yang ditemukan sehari-hari. Sebagai seorang guru kimia, kita dapat mengajak anak didik kita untuk memahami makna pendidikan karakter dan mengapa hal itu penting. Ada suatu kisah menarik yang bisa kita sampaikan kepada mereka tentang hubungan pendidikan karakter dengan hukum kimia.
 Salah satu topik penting dalam bahasan dasar ilmu kimia adalah Hukum Perbandingan Tetap yang dikemukakan oleh Joseph Louis Proust (1754-1826). Proust mengemukakan bahwa perbandingan unsur-unsur yang membentuk senyawa selalu tetap.  Kita telah mengenal berbagai senyawa yang dibentuk oleh dua unsur atau lebih sebagai contoh adalah air (H2O). Air dibentuk oleh dua unsur yaitu unsur Hidrogen dan Oksigen. Materi mempunyai massa, termasuk juga hidrogen dan oksigen. Molekul air yang memiliki rumus kimia H2O, selalu memiliki perbandingan massa atom H : O sebesar 1 : 8. Sampai kapanpun perbandingan tersebut tidak akan berubah.
Hal tersebut dibuktikan oleh Proust dengan mencoba menggabungkan hidrogen dan oksigen untuk membentuk air. Dalam percobaan itu Proust mendapati setiap 1 gram gas hidrogen bereaksi dengan 8 gram oksigen, menghasilkan 9 gram air. Hal ini membuktikan bahwa massa hidrogen dan massa oksigen yang terkandung dalam air memiliki perbandingan yang tetap yaitu 1 : 8, berapapun banyaknya air yang terbentuk. Dari percobaan yang dilakukannya, Proust mengemukakan teorinya yang terkenal dengan sebutan, Hukum Perbandingan Tetap, yang berbunyi:
"Perbandingan massa unsur-unsur penyusun suatu senyawa selalu tetap"
Konsekuensi yang sangat mendasar adalah senyawaan kimia yang ada di alam ini akan selalu tetap dan tidak akan berubah. Atas dasar inilah, kita dapat mengenal wajah kita dan barang-barang milik kita dari hari ke hari. Kita dapat mengenal wajah orang-orang yang kita cintai. Kita juga dapat menggunakan pakaian seragam, sepatu, buku, handphone, maupun sepeda motor. Berlakunya hukum perbandingan tetap dari Proust memungkinkan makanan yang kita konsumsi, air yang kita minum, dan gas oksigen yang kita hirup tidak mengalami perubahan sifat fisik maupun kimianya. Bayangkan saja apa yang akan terjadi jika zat-zat tersebut mengalami perubahan sifat ketika berinteraksi dengan tubuh manusia atau benda lain di bumi, tentu akan terjadi kehancuran yang berujung pada musnahnya kehidupan. Bayangkan pula betapa binggungnya manusia menjalani kehidupan yang kacau balau tersebut.
Hukum Perbandingan Tetap tidak terjadi secara kebetulan. Fakta tentang hukum perbandingan tetap menolak adanya teori kebetulan. Sesuatu yang kebetulan selalu memiliki cacat, tidak pernah sempurna, dan selalu menuju pada ketidakteraturan. Hukum Perbandingan Tetap merupakan hukum yang berlaku sangat sempurna, teratur, dan konsisten. Kesempurnaan, keteraturan, dan kekonsistenan tersebut hanya dapat terjadi jika ada si perancang. Perancang tersebut tidak lain adalah Tuhan Sang Pencipta.  Manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya sudah sepatutnya mengakui bahwa segala sesuatu di alam semesta ini adalah hasil karya Tuhan Yang Maha Pencipta, pemilik segala kesempurnaan yang dianugerahkan kepada manusia sebagai pelaku utama kehidupan di alam semesta. Kita patut bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pencipta yang telah mengaruniakan itu semua sehingga hidup kita menjadi lebih baik. Rasa kagum dan syukur itu, kita wujudkan menjadi cinta hakiki, yakni cinta kepada Tuhan. Rasa cinta mendorong kita senang bersama-Nya melalui ibadah, melaksanakan segala yang dikehendaki-Nya dan menjauhi diri dari segala larang-Nya. Hal tersebut dapat memberi gambaran tentang makna pendidikan karakter dalam konteks totalitas proses psikologis olah hati (spiritual and emotional development) yang dapat kita terapkan dalam hidup kita.
Di samping itu, pengetahuan tentang hukum-hukum kimia akan menumbuhkan pengertian dalam diri peserta didik mengenai keberadaan Tuhan yang menciptakan segala sesuatu tidak secara serampangan melainkan menganut hukum-hukum yang dikenal sebagai hukum alam. Hukum alam tersebut menjadikan alam semesta memiliki keteraturan.
Pelajaran yang dapat dipetik dari penemuan Proust tentang hukum perbandingan tetap adalah rasa keingintahuan, semangat, kedisiplinan, dan ketekunan yang tinggi. Penemuan tersebut bukan tanpa kendala akan tetapi berkat semangat, kedisiplinan, dan ketekunan Proust untuk selalu mencoba-salah-mencoba-salah demikian seterusnya hingga menemukan hukum tersebut.
Berkaitan dengan pendidikan karakter, menumbuhkan rasa ingin tahu, semangat, disiplin dan ketekunan peserta didik merupakan hal yang mutlak dilakukan ketika mengajar di kelas. Hasil yang diharapkan peserta didik memiliki modal dasar untuk selalu belajar dari kasalahan dan menemukan sesuatu yang baru.
Sebagaimana Proust, pencetus hukum perbandingan tetap, kita juga tentunya memiliki potensi untuk berkembang sejajar bahkan melampaui prestasi yang pernah dia raih. Ini adalah upaya dalam proses pencerahan (enlightment) dan penyadaran (conscientization), betapa pentingnya pendidikan untuk membuka wawasan dengan pengetahuan, dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak sadar menjadi sadar, akan potensi dirinya dan lingkungannya. Hal tersebut tentunya juga  memberikan motivasi dan inspirasi kepada semua orang untuk terus mengembangkan dirinya menjadi manusia yang berkarakter.
Penjelasan di atas berhubungan dengan character building dalam makna individual. Jika pembangunan karakter dikaitkan dengan pembangunan karakter masyarakat kita, maka masyarakat adalah kumpulan manusia individual. Karakter masyarakat dicerminkan oleh karakter manusia-manusia yang ada dalam masyarakat tersebut. Masyarakat tersebut tentu dapat kita analogikan dengan senyawa dalam kimia. Eksistensi senyawa yang menjadi fokus pembahasan dalam Hukum Perbandingan Tetap dari Proust mendidik kita tentang pentingnya kebersamaan dengan orang lain. Unsur-unsur yang membangun senyawa dapat bersenyawa. Hal itu dikarenakan adanya kebaikan bersama yang saling menguntungkan sehingga terbentuklah senyawa. Sebagaimana atom dapat bergabung dengan atom lainnya, manusia juga dapat menjalin hubungan dengan sesamanya untuk saling memberi manfaat. Hukum perbandingan tetap yang berlaku tanpa batas pada unsur-unsur pembentukan senyawa mendidik kita pentingnya komitmen yang tinggi untuk membangun dan memelihara hubungan dengan sesama dalam kehidupan bermasyarakat. Komitmen yang tinggi terbangun melalui saling menghormati, saling bekerja sama dan empati antar sesama untuk mewujudkan tujuan kolektif. Berlakunya hukum perbandingan tetap pada sistem kimia menunjukkan bahwa atom-atom dalam sistem kimia memiliki ketaatan azas. Hal ini mendidik kita juga untuk taat terhadap peraturan, nilai dan norma sebagai bingkai dalam hidup bermasyarakat.
Hal yang dapat dipetik dari kisah tentang hukum perbandingan tetap di atas adalah adanya upaya yang keras dan sengaja untuk membangun karakter peserta didik. Pertama, anak-anak dalam kehidupan kita memiliki latar belakang yang berbeda-beda, memiliki potensi yang berbeda-beda pula yang mungkin dibentuk oleh pengalaman dari keluarga maupun kecenderungan kecerdasan yang didapatkan dari mana saja sehingga kita harus menerima fakta bahwa pembentukan karakter itu adalah proses membangun dari bahan mentah menjadi cetakan yang sesuai dengan bakatnya masing-masing.
Kedua, kita harus menerima fakta bahwa pembangunan karakter itu adalah sebuah proses sehingga tak masalah kemampuan anak-anak itu berbeda, karena mereka memanglah bahan yang akan kita bentuk.  Harus disadari bahwa pada dasarnya tidak ada anak yang bodoh atau terbelakang. Itu semua adalah hasil dari kehidupan dan pembangunan karakter memiliki cita-cita yang kuat untuk membentuk kehidupan melalui pembangunan manusia-manusia yang diarahkan pada karakter kuat untuk menghadapi kehidupannya. Dalam hal ini, pembangunan karakter menjadi penting karena situasi kehidupan tertentu dan konteks keadaan tertentu membutuhkan karakter yang sesuai untuk menjawab keadaan tersebut.
                                                                                                                                                        III.          PENUTUP
            Kesimpulan :
1.        Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan sempurna. 
2.        Hukum perbandingan tetap merupakan hukum yang berlaku sangat sempurna, teratur, dan konsisten yang telah dirancang oleh Tuhan Yang Maha Pencipta. Manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya sudah sepatutnya mengakui dan mewujudkannya menjadi cinta hakiki melalui ibadah kepada-Nya. Hal tersebut memberi gambaran tentang makna pendidikan karakter dalam konteks totalitas proses psikologis olah hati (spiritual and emotional development).
DAFTAR PUSTAKA
Khan, D. Yahya. 2010. Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri. Pelangi Publishing: Yogjakarta
Mu’in, Fathul. 2011. Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik dan Praktik. Ar-Ruzz: Yogjakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar