WELCOME TO MY BLOG, MY NAME IS FAIRUZ, PLEASE ENJOY WITH ME

Selasa, 26 Juni 2012

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF


Model pembelajaran inovatif merupakan salah satu model pembelajaran yang patut dipertimbangkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam ruang kuliah maupun sekolah-sekolah. Model pembelajaran inovatif ini berciri antisipasi dan partisipasi, menyeimbangkan antara kegiatan penyadaran dengan kegiatan pemberdayaan pada setiap mahasiswa maupun siswa.

Beberapa model pembelajaran inovatif telah dikembangkan untuk memacu mahasiswa maupun siswa berperan aktif dalam setiap pembelajaran. Mahasiswa dan siswa diharapkan mampu dan mau meberikan pendapatnya. Model pembelajaran inovatif menuntut mahasiswa dan siswa untuk terlibat saling tukar pikiran, berkolaborasi dan berkomunikasi untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan sehingga diharapkan siswa mampu mengembangkan kemampuan komunikasi mereka.

Pengembangan metode pembelajaran inovatif mampu menempatkan mahasiswa ataupun siswa sebagai center of learning, yang memposisikan peserta didik sebagai sentrum dari proses pembelajaran yang ada. Metode ini, sangat jauh berbeda dengan model pembelajaran yang berkembang dan telah berlangsung di Indonesia selama puluhan tahun lamanya. 

Selama ini, metode pembelajaran yang banyak dipraktekkan di ruang kuliah maupun sekolah-sekolah di Indonesia adalah model monologis, yang menempatkan dosen ataupun guru sebagai sentrum dari proses pembelajaran yang berlangsung, praktek itu mulai ditinggalkan pada pertengahan tahun 2000-an meskipun tidak semua institusi pendidikan di Indonesia melakukannya. 

Ada beberapa kelemahan yang lahir dari metode pembelajaran ini (selain memiliki kelebihan), diantaranya terbatasnya ruang kreatifitas dan berkespresi bagi peserta didik, mereka kurang memiliki keberanian dan kepercayaan diri untuk mengungkapkan pendapat maupun mengeskpresikan gagasan dan ide yang lahir selama proses pembelajaran berlangsung, dan pada akhirnya menciptakan budaya gagap di kalangan peserta didik.

Bercermin dari kelemahan itu, saat ini muncul berbagai metode pembelajaran inovatif yang dapat diterapakan, di antaranya model kolaboratif, basis proyek, dan orientasi NOS (Nature of Science).

 a. Pembelajaran Kolaboratif Prospektif psikologis sosial tentang pembelajaran lebih melihat pada pengaruh-pengaruh organisasi social kelas dalam pembelajaran. Organisasi social kelas tersebut dapat dilihat dari tiaga struktur. Pertama, struktur pengelompokan kelas, yang meliputi struktur pembelajaran bebas, struktur kelompok-kelompok kecil, dan struktur kelas keseluruhan. Masing-masing struktur penggelompokan tersebut memiliki karakter yang khas yang akan mewarnai proses belajar dan mengajar. Kedua, struktur otoritas, lebih menekankan pada seberapa banyak dosen atau guru melakukan pengendalian terhadap aktivitas-aktivitas peserta didik. Besar kecilnya kadar keterlibatan dosen atau guru dalam proses pembelajaran ditentukan oleh kebutuhan akan pembelajaran yang tentunya akan mewarnai kualitas proses pembelajaran. Ketiga, struktur penghargaan, secara umum dapat dibedakan atas struktur penghargaan individualistic, kompetetif, dan kolaboratif. Dalam kerangka organisasi social kelas, struktur penghargaan kolaboratif memiliki posisi paling strategis. Di samping tiga struktur kelas yang diungkapakan tersebut, terdapat pula dua struktur yang lain yaitu tugas dan tujuan. Struktur tugas mengacu pada dua hal, cara peng-organisasian pembelajaran dan jenis kegiatan yang dilakukan peserta didik dalm kelas. Struktur tujuan suatu pembelajaran adalah jumlah saling ketergantungan yang dibutuhkan peserta didik dalam mengerjakan tugas-tugas tersebut. Dalam struktur tujuan individualistic, para peserta didik mengatakan “me alone” dan merasa tidak memiliki ketergantungan dengan orang lain dalam rangka mencapai tujuan. Dalam struktur tujuan kompetitif, peserta didik mengatakan “me instead of you.” Dalam mencapai tujuan kompetitif, peserta didik lebih didorong keinginan bersaing. Dalam pembelajaran kompetitif, peserta dapat mencapai tujuan jika peserta lain tidak mencapai tujuan tersebut (Arends, 1998; Bennett et al., 1991; Qin dan Johnson, 1995). Struktur tujuan kolaboratif dicirikan oleh jumlah saling ketergantungan yang begitu besar antara peseta dalam kelompok. Dala pembelajaran kolaboratif, peserta didik mengatakan “we as well as you” dan hanya akan mencapai tujuan jika peserta lain dalam kelompok yang sama dapat mencapai tujuan mereka bersama. (Arends, 1998; Heinich et al., 2002; Slavin, 1995; Qin dan Johnson, 1995). Kesuksesan praktek-praktek pembelajaran memiliki sifat-sifat yang didukung oleh beberapa alas an. Pertama, partisipasi aktif para peserta didik. Pembelajaran efektif dapat terjadi jika para peserta secara aktif terlibat dalam tugas-tugas dan aktif terlibat dalam berinteraksi dengan isi pelajaran. Kedua, praktek. Praktek dapat memperbaiki kemampuan menerapkan pengetahuan baru, keterampilan dan sikap. Ketiga, perbedaan-perbedaan individu. Metode pembelajarn dikatakan efektif jika dapat mengatasi perbedaan-perbedaan individu dalam hal personalitas, bakat umum, dan pengetahuan awal peserta didik. Keempat, konteks-konteks realistic. Para peserta didik paling mudah mengingat dan menerapkan pengetahuan yang direpresentasikan dalam suatu konteks yang nyata. Keenam, interaksi social. Melayani kemanusiaan sebagai tutor atau anggota kelompok sebaya dapat menyediakan sejumlah pedagogik dan juga dukungan-dukungan social. Pembelajaran kolaboratif dapat menyediakan peluang untuk menuju kesuksesan praktek-praktek pembelajaran. Sebagai teknologi untuk pembelajaran (technologi for instruction), pembelajaran kolaboratif melibatkan partisipasi aktif dari peserta didik dalam meminimisasi perbedaan-perbedaan antar individu. Pembelajaran kolaboratif telah menambah momentum pendidikan formal dan informal dari dua kekuatan yang bertemu yaitu: 1. Realisasi praktek, bahwa hidup di luar kelas memerlukan aktifitas kolaboratif dalam kehidupan di dunia nyata. 2. Menumbuhakan kesadaran berinteraksi social dalam upaya mewujudkan pembelajaran bermakna. Langkah-langkah pembelajaran kolaboratif group investigation adalah sebagai berikut: 1. Para peserta dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dan membagi tugas sendiri-sendiri; 2. Semua peserta dalam kelompok membaca, berdiskusi dan menulis; 3. Kelompok kolaboratif bekerja secara bersinergi mengidentifikasi, mendemostrasikan, meneliti, menganalisis, dan memformulasikan jawaban-jawaban tugas atau masalah yang ditemukan sendiri maupun LKS; 4. Setelah kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan masalah, masing-masing peserta menulis laporan sendiri-sendiri secara lengkap; 5. Dosen atau guru menunjuk salah satu kelompok secara acak (selanjutnya diupayakan agar semua kelompok dapat maju ke depan) untuk melakukan presentasi hasil diskusi, kelompok yang lain menyimak, membandingkan hasil presentasi tersebut dan menanggapi (waktu presentasi antara 20-30 menit); 6. Masing-masing peserta dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi, inferensi dan revisi (bila diperlukan) terhadap laporan yang akan dikumpul; 7. Laporan masing-masing peserta terhadap tugas-tugas yang telah dikumpulkan, disusun perkelompok kolaboratif; 8. Laporan peserta dikoreksi, dikomentari, dinilai, dan dikembalikan pada pertemuan selanjutnya dan didiskusikan. Metode pembelajaran kolaboratif ini menempatkan peserta didik sebagai center of learning, sehingga proses pembelajaran banyak diwarnai dengan diskusi maupun dialog.

 b. Pembelajaran Berbasis Proyek Salah satu model pembelajaran inovatif adalah pembelajaran berbasis proyek (PBP). PBP berfokus pada konsep dan prinsip inti sebuah disiplin, memfasilitasi peserta untuk berinvestigasi, pemecahan mesalah, dan tugas-tugas bermakna lainnya “students’ centered” menghasilkan produk yang nyata. Ada empat karekteristik PBP yaitu, isi, kondisi, aktivitas, dan hasil. Dalam PBP, proyek dilakukan secara kolaboratif dan inovatif, unik, yang berfokus pada pemecahan masalah yang berhubungan dengan kebutuhan peserta didik atau kebutuhan masyarakat atau industry local. PBP memiliki potensi yang sangat besar untuk membuat pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna bagi peserta didik. Dalam PBP, peserta didik menjadi terdorong lebih aktif dalam belajar. Dosen atau guru hanya sebagai fasilitator, mereka mengevaluasi produk hasil kinerja peserta didik meliputi outcome yang mampu ditampilkan dari hasil proyek yang dikerjakan. Dalam pengerjaan proyek, peserta didik dapat berkolaborasi dengan satu atau lebih dosen atau guru, tetapi peserta didik melakukan investigasi dalam kelompok kolaboratif antara 4-5 orang. Keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan dan dikembangkan oleh peserta didik dalam tim adalah merencanakan, mengorganisasikan, negosiasi, dan membuat konsesus tentang tugas yang dikerjakan, siapa yang mengerjakan, dan bagaimana mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dalam berinvestigasi. Keterampilan yang dibutuhkan dan yang akan dikembangkan peserta didik merupakan keterampilan yang esensial sebagai landasan untuk keberhasilan hidupnya. Di samping itu, keterampilan esensial tersebut sangat mendukung mereka ketika terjun di dunia kerja. Oleh karena hakikat kerja proyek adalah kolaboratif, maka pengembangan keterampilan tersebut seyogyanya ditujukan untuk semua tim. PBP dapat diterapkan pada semua bidang studi. Implementasi model PBP mengikuti lima langkah sebagai berikut. 1. Menetapkan tema proyek. Tema harus memuat gagasan umum, penting dan menarik, mendiskripsikan masalah kompleks, mencermikan hubungan sebagai gagasan, mengutamakan pemecahan masalah ill defined. 2. Menetapakan konteks belajar. Konteks belajar harus memuat pertanyaan-pertanyaan proyek mempersoalkan masalah dunia nyata, mengutamakan otonomi peserta didik, melakukan inquiry dalam konteks masyarakat, peserta didik mampu mengelola waktu secara efektif dan efisien, mensimulasikan kerja secara professional. 3. Merencakan aktivitas-aktivitas. Pengalaman belajar terkait dengan merencanakan proyek adalah membaca, meneliti, observasi, interview, merekam, mengunjungi objek yang berkaitan dengan proyek, akses internet. 4. Memeroses aktivitas-aktivitas. Memproses aktifitas meliputi membuat sketsa, melukiskan analisa, menghitung dan mengembangkan prototype. 5. Penerapan aktivitas-aktivitas untuk menyelesaikan proyek. Langkah-langkah yang dilakukan adalah mencoba mengerjakan proyek berdasarkan sketsa, menguji langkah-langkah yang telah dilakukan dan hasil yang diperoleh,mengevaluasi hasil yang telah diperoleh, merevisi hasil yang telah diperoleh, melakukan daur ulang proyek yang lain, dan mengklasifikasi hasil terbaik. 

c. Pembelajaran Berorientasi NOS (Nature of Science) Nature of Science (NOS) didefinisikan sebagai “hakekat pengetahuan” yang merupakan konsep yang kompleks melibatkan filosofi, sosiologi, dan historis suatu pengetahuan. Lederman (1992) menyebutkan NOS mengacu pada epistemologi dan sosiologi pengetahuan, yaitu pengetahuan sebagai cara untuk mengetahui atau nilai dan keyakinan yang sesuai pengetahuan ilmiah. Selanjutnya, Lederman et al (2002) mendefinisikan NOS sebagai pemahaman karakteristik pengetahuan ilmiah yang berurusan dengan sifat empirisnya, sifat kreatif dan imajinatifnya, karakteristik teorinya, dan hakekat social-budayanya. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa NOS mencakup tiga hal, yaitu: 1. Ontology, yaitu pengetahuan sebagai bidang ilmu yang mengkaji artikulasi, sosiologi, dan historisnya; 2. Epistemology, yaitu pengetahuan sebagai cara untuk meraih pemahaman (understanding), wawasan (insight), dan kearifan (wisdom); 3. Aksiologi, yaitu pengetahuan yang lebih menitik beratkan pada manfaat pengetahuan tersebut bagi masyarakat dan lingkungannya. Jadi, NOS merupakan jembatan bagi peserta didik untuk mengungkap dan memahami realitas alam. Pemahaman realitas alam sangat dibutuhkan bagi peserta didik dalam rangka memahami jati diri dan membangkitkan kesadaran untuk mencintai alam beserta isinya. Pembelajaran berorientasi NOS memiliki enam langkah sebagai berikut: 1. Background readings, peserta didik diarahkan membaca buku dan/atau artikel dan membuat laporan bab atau tema tertentu. Aktivitas yang perlu diases adalah ketepatan buku atau artikel yang dijadikan sumber belajar; 2. Case study discussions, ada ruang diskusi yang disediakan untuk melayani pertanyaan-pertanyaan yang mungkin dajukan oleh peserta didik. Aktivitas yang perlu diases adalah kualitas dan kuantitas dari pertanyaan yang diajukan; 3. Inquiry lessons, pada langkah ini dosen atau guru membantu peserta didik dalam berpikir dan memfokuskan pertanyaan, prosedur pembelajaran yang akan dilakukan. Aktivitas yang perlu diases adalah kesesuaian pertanyaan pembelajaran yang diajukan, ketepatan prosedur pembelajaran yang diajukan, kecermatan memprediksi masalah hambatan dan upaya pemecahan yang diajukan; 4. Inquiry labs, aktivitas ini membantu peserta didik belajar dan memahami proses dan keterampilan berpikir layaknya ilmuan dan memahami karakteristik penelitian ilmiah; 5. Historical studies, pada tahap ini peserta didik didorong untuk menyajikan deskripsi tentang manfaat pembelajaran yang dilakukan, tidak hanya mengenai pemahaman terhadap NOS dan kemampuan mengungkap dan menerapkan pemahaman terhadap realitas alam, tetapi juga perkembangan sikap dan presepsi peserta didik tarhadap materi yang menjadi objek Inquiry labs. Kemampuan yang perlu diases adalah kemampuan mengelaborasi berbagai aspek penelitian ilmiah, kemapuan mendiskripsikan pengetahuan dalam prespektif historis dan budaya yang berbeda; 6. Multiple assessments, materi assessment hendaknya berorientasi peda pemahaman peserta didik terhadap NOS. Teknik-teknik assessment yang dapa dilakukan adalah assessment kinerja, portofolio, dan tes (tes pilihan ganda diperluas, tes uraian terbuka model well defined, tes uraian terbuka model ill defined). Aktivitas yang perlu diases adalah kemampuan merencanakan, melaksanakan, presentasi, melaporkan secara tertulis, melaporkan secara lisan, pembuatan jurnal secara berkala, focus pemahaman tehadap NO, sikap dan presepsi peserta didik terhadap pelajaran dan model pembelajaran yang diterapkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar